Minggu, 01 Desember 2013

telapak tangan dan babi rusa

Photobucket

Di kabupaten Maros, Sulawesi Selatan ada sejumlah lokasi wisata yang menarik. Dalam perjalanan kali ini, bersama teman-teman, saya hanya sempat mengunjungi dua lokasi saja yaitu: Leang-Leang dan Taman Wisata Alam Air Terjun Bantimurung.  Dan karena Bantimurung sepertinya sudah lebih sering dibahas, lebih baik kita fokus untuk membicarakan tentang Leang-Leang dengan daya tariknya yang unik.Dalam Bahasa Makassar, Leang-leang berarti liang atau goa, yang dalam hal ini adalah bagian dari  Taman Prasejarah yang layak dikunjungi. Di sekitar pegunungan karst yang terhampar dari kabupaten Maros hingga ke Manado, dan konon adalah yang terpanjang di dunia ini, memang ada banyak sekali ditemukan gua-gua.  Kurang lebih ada sekitar 60 buah gua yang tersebar di kabupaten Maros saja, dan banyak yang belum diselidiki isinya karena lokasinya terletak di bukit terjal dan tegak lurus.

 Leang Leang sendiri konon ditemukan oleh dua arkeolog asal negeri kincir angin, Mister Van Heekeren dan Miss Heeren Palm. Pada tahun 1950 mereka menemukan lukisan pada goa Petta Kere dan Pettae.Berada di komplek Taman Prasejarah itu, kami menyusuri jalanan yang terbuat dari semen, sambil tak henti menikmati uniknya pemandangan di sebelah kiri kanan di mana mencuat batu-batu runcing dengan lubang-lubang horisontalnya, dua buah batu yang tersusun keatas, seolah-olah dikerjakan oleh manusia, padahal semuanya memang sudah begitu sedemikian rupa sejak diketemukannya  lokasi ini.  Tanaman yang ditata rapi di seputar batu-batu tersebut menambah asri pemandangan.  Para ahli sejarah memperkirakan dahulu kala lokasi ini adalah laut yang luas karena terdapat garis-garis air dan erosi di bebatuan di sini, selain itu juga ditemukan adanya fosil kerang yang menempel pada dinding goa Pettae.

Untuk mencapai lokasi goa Petta Kere, kami berjalan melewati sebuah jembatan yang dibawahnya mengalir anak sungai yang airnya jernih.  Sedangkan untuk masuk ke goa tersebut, kami harus mendaki tangga besi yang lumayan tingginya.  Tetapi hal ini tidaklah menjadi masalah karena terobati dengan keunikan lain di dinding goa, yakni cap telapak tangan lengkap dengan jari-jarinya yang beberapa masih dapat terlihat dengan jelas (beberapa sudah buram).  Selain itu ada dua gambar babi dan rusa berwarna kemerahan di dekatnya.Dari goa Petta Kere, kami menuju ke goa Pettae yang lokasinya berdekatan dan lebih mudah dicapai.  Disini juga terdapat lukisan telapak tangan dan babi, tetapi tidak terlalu jelas.  Lukisan-lukisan purba di kedua goa tersebut diperkirakan mencapai usia 5.000 tahun. Masuk ke dalam gerbang, terdapat pohon-pohon besar yang disebut pohon colok oleh masyarakat setempat.  Disebelah kanan terdapat rumah panggung panjang yang menghadap ke Timur, disini disimpan benda-benda purbakala hasil galian para arkeolog.  Benda-benda ini berasal dari jaman batu karena ada pisau batu, ujung tombak batu, fosil kerang, dan berbagai peralatan, bahkan ditemukan juga tulang rahang manusia lengkap dengan giginya dan taring babi sepanjang telapak tangan orang dewasa.  Bekerja sama dengan para peneliti dari Australia, beberapa benda-benda dibawa ke negeri Kanguru untuk diteliti.Perjalanan dari Makasar ke Leang-Leang dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua maupun empat menuju ke kecamatan Bantimurung, kabupaten Maros selama sekitar satu jam perjalanan.  Suasana yang sepi karena bulan puasa membuat kami lebih puas menikmati peninggalan prasejarah ini.

 Pohon-pohon besar yang tumbuh dan ditata rapi menambah keasrian tempat ini. Ada banyak obyek batu-batuan yang seolah-olah menembus bumi menuding langit disela-sela rerumputan yang hijau.  Sebuah komposisi yang menarik untuk diabadikan.  Batu-batuan ini terhampar di berbagai lokasi, tetapi tertata dengan rapi karena adanya jalan yang terbuat dari semen.  Batu-batuan yang tidak terlalu tinggi seperti disatukan dalam satu kelompok, sedangkan batu-batuan yang besar dalam kelompok lain.Karena medannya cukup luas dan tidak terjal, ini memudahkan bagi teman-teman penggemar fotografi untuk mendapatkan sudut pengambilan sesuai selera, yang tentunya disesuaikan dengan arah sinar matahari.Untuk pengambilan gambar di goa-goa sebaiknya menggunakan lensa dengan bukaan yang lebar karena sedikit gelap atau menggunakan flash.

Di luar lokasi Taman Purbakala, yakni di sisi pinggir jalan, terdapat leang-leang burung yang dihuni burung walet.  Kami tidak masuk ke lokasi yang terletak di bukit terjal, di mana kami musti melewati sawah kecil.  Di leang burung tidak ditemukan tanda-tanda bahwa goa ini pernah didiami manusia karena setelah digali sedalam 8 meter hanya ditemukan tulang belulang hewan.
Dibandingkan dengan tempat-tempat wisata alam yang ada di Pulau Jawa, Leang-leang termasuk yang paling bebas dari tangan-tanan jahil.  Kami tidak menemukan adanya coretan-coretan di dinding goa maupun di batu-batu yang ada.  Hanya saja sebagian besar lukisan telapak tangan memang sudah agak pudar, yang menurut pemandu kami, disebabkan banyaknya orang yang menempelkan tangannya di lukisan tersebut.  Semoga tempat ini tetap terpelihara dengan baik dan menjadi perhatian bagi semua pihak baik dinas purbakala maupun masyarakat Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar