Di kabupaten Maros, Sulawesi
Selatan ada sejumlah lokasi wisata yang menarik. Dalam perjalanan kali
ini, bersama teman-teman, saya hanya sempat mengunjungi dua lokasi saja
yaitu: Leang-Leang dan Taman Wisata Alam Air Terjun Bantimurung. Dan
karena Bantimurung sepertinya sudah lebih sering dibahas, lebih baik
kita fokus untuk membicarakan tentang Leang-Leang dengan daya tariknya
yang unik.Dalam Bahasa Makassar, Leang-leang berarti liang
atau goa, yang dalam hal ini adalah bagian dari Taman Prasejarah yang
layak dikunjungi. Di sekitar pegunungan karst yang terhampar dari
kabupaten Maros hingga ke Manado, dan konon adalah yang terpanjang di
dunia ini, memang ada banyak sekali ditemukan gua-gua. Kurang lebih ada
sekitar 60 buah gua yang tersebar di kabupaten Maros saja, dan banyak
yang belum diselidiki isinya karena lokasinya terletak di bukit terjal
dan tegak lurus.
Leang Leang sendiri konon ditemukan oleh dua arkeolog
asal negeri kincir angin, Mister Van Heekeren dan Miss Heeren Palm. Pada
tahun 1950 mereka menemukan lukisan pada goa Petta Kere dan Pettae.Berada di komplek Taman
Prasejarah itu, kami menyusuri jalanan yang terbuat dari semen, sambil
tak henti menikmati uniknya pemandangan di sebelah kiri kanan di mana
mencuat batu-batu runcing dengan lubang-lubang horisontalnya, dua buah
batu yang tersusun keatas, seolah-olah dikerjakan oleh manusia, padahal
semuanya memang sudah begitu sedemikian rupa sejak diketemukannya
lokasi ini. Tanaman yang ditata rapi di seputar batu-batu tersebut
menambah asri pemandangan. Para ahli sejarah memperkirakan dahulu kala
lokasi ini adalah laut yang luas karena terdapat garis-garis air dan
erosi di bebatuan di sini, selain itu juga ditemukan adanya fosil kerang
yang menempel pada dinding goa Pettae.
Untuk mencapai lokasi goa Petta
Kere, kami berjalan melewati sebuah jembatan yang dibawahnya mengalir
anak sungai yang airnya jernih. Sedangkan untuk masuk ke goa tersebut,
kami harus mendaki tangga besi yang lumayan tingginya. Tetapi hal ini
tidaklah menjadi masalah karena terobati dengan keunikan lain di dinding
goa, yakni cap telapak tangan lengkap dengan jari-jarinya yang beberapa
masih dapat terlihat dengan jelas (beberapa sudah buram). Selain itu
ada dua gambar babi dan rusa berwarna kemerahan di dekatnya.Dari goa Petta Kere, kami menuju ke goa Pettae yang
lokasinya berdekatan dan lebih mudah dicapai. Disini juga terdapat
lukisan telapak tangan dan babi, tetapi tidak terlalu jelas.
Lukisan-lukisan purba di kedua goa tersebut diperkirakan mencapai usia
5.000 tahun. Masuk ke dalam gerbang, terdapat pohon-pohon besar
yang disebut pohon colok oleh masyarakat setempat. Disebelah kanan
terdapat rumah panggung panjang yang menghadap ke Timur, disini disimpan
benda-benda purbakala hasil galian para arkeolog. Benda-benda ini
berasal dari jaman batu karena ada pisau batu, ujung tombak batu, fosil
kerang, dan berbagai peralatan, bahkan ditemukan juga tulang rahang
manusia lengkap dengan giginya dan taring babi sepanjang telapak tangan
orang dewasa. Bekerja sama dengan para peneliti dari Australia,
beberapa benda-benda dibawa ke negeri Kanguru untuk diteliti.Perjalanan dari Makasar ke Leang-Leang dapat
ditempuh dengan kendaraan roda dua maupun empat menuju ke kecamatan
Bantimurung, kabupaten Maros selama sekitar satu jam perjalanan.
Suasana yang sepi karena bulan puasa membuat kami lebih puas menikmati
peninggalan prasejarah ini.
Pohon-pohon besar yang tumbuh dan ditata
rapi menambah keasrian tempat ini. Ada banyak obyek batu-batuan yang seolah-olah
menembus bumi menuding langit disela-sela rerumputan yang hijau. Sebuah
komposisi yang menarik untuk diabadikan. Batu-batuan ini terhampar di
berbagai lokasi, tetapi tertata dengan rapi karena adanya jalan yang
terbuat dari semen. Batu-batuan yang tidak terlalu tinggi seperti
disatukan dalam satu kelompok, sedangkan batu-batuan yang besar dalam
kelompok lain.Karena medannya cukup luas dan tidak terjal,
ini memudahkan bagi teman-teman penggemar fotografi untuk mendapatkan
sudut pengambilan sesuai selera, yang tentunya disesuaikan dengan arah
sinar matahari.Untuk pengambilan gambar di goa-goa sebaiknya menggunakan lensa dengan bukaan yang lebar karena sedikit gelap atau menggunakan flash.
Di luar lokasi Taman Purbakala, yakni di sisi
pinggir jalan, terdapat leang-leang burung yang dihuni burung walet.
Kami tidak masuk ke lokasi yang terletak di bukit terjal, di mana kami
musti melewati sawah kecil. Di leang burung tidak ditemukan tanda-tanda
bahwa goa ini pernah didiami manusia karena setelah digali sedalam 8
meter hanya ditemukan tulang belulang hewan.
Dibandingkan dengan tempat-tempat wisata alam yang
ada di Pulau Jawa, Leang-leang termasuk yang paling bebas dari
tangan-tanan jahil. Kami tidak menemukan adanya coretan-coretan di
dinding goa maupun di batu-batu yang ada. Hanya saja sebagian besar
lukisan telapak tangan memang sudah agak pudar, yang menurut pemandu
kami, disebabkan banyaknya orang yang menempelkan tangannya di lukisan
tersebut. Semoga tempat ini tetap terpelihara dengan baik dan menjadi
perhatian bagi semua pihak baik dinas purbakala maupun masyarakat
Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar