Jumat, 29 November 2013

Rumah adat karaeng di labbakang



Nah mungkin ini sudah tidak asing di telinga orang pangkep terutama yang bertempat tinggal alias Ammantang ri Labakkang (Masyarakat Labakkang), adapun lokasi Balla' Ada' Labakkang sendiri itu berada di Jalan Mesjid raya Kampung mandar Kecamatan Labakkan Kabupaten Pangkep  Balla' ada' Labakkang kini menjadi tempat central bagi masyarakat Labakkang,setiap pertemuan antara orang-orang besar atau petua-petua Labakkang diadakan di rumah adat labbakang ini. Adat Mappalili sebelum bergegas ke sawah (ladang yang dijadikan lokasi Mappalili) sebelumnya petua dan masyarakat akan berkumpul di rumah adat ini,sebelumnya pada malam sebelum Mappalili diadakan pembacaan Surat Lontarak Labakkang ("Surek Lontara' Labakkang") lotr lbkG Dan penyerahan Badik atau Di perlihatkannya lagi Badik Pusaka Labakkang "Badik Karaeng Labakkang"  bdikreaG lbkG.

tempat berunding para elite labakkang,tempat wisata keluarga atau situs labakkang,tempat menyambut Tamu penting,Perayaan Hari Penting,dan tempat apresiasi sastra masyarakat Labakkang (tempat latihan teater) terkhusus pada siswa atau pelajar.Baru-baru ini Rumah adat labakkang di jadikan tempat penyambutan Obor Porda (pekan Olah Raga Sulawesi Selatan),Keberadaan Balla' Labakkang kini seakan menjadi sentral aktivitas Labakkang,Pengelolaannya pun sangat diperhatikan, hal itu dikarenakan jumlah biaya yang digunakan untuk membangun Balla Labakkang tidak sedikit,bahkan pembangunannya harus diadakan sampai dua kali sampai betul-betul pas dan cocok dengan adat budaya masyarakat Labakkang, semua bangunan pada Rumah Adat dibuat dengan bahan dasar kayu terbaik atau yang orang kenal dengan sebutan "Kaju Sappu'" kju spu.
Untuk Pembangunan Rumah ini sendiri manurut data memakan lebih dari Rp 200 juta,oleh karena itu Balla' Lompoa sangat dijaga kebersihan dan perawatannya.

nah untuk bentuk dan strukturnya cikali bangunan rumah adat Labakkang, dapat menampung dengan kapasitas 250 orang maka yang digunakan untuk pertemuan hanya 4 lontang, satu lontang panjang 3 meter memanjang ke belakang dan 4 lontang (dalam bahasa buugis makassar) pada lebarnya, praktis yang digunakan layaknya “Aula Mini adalah 12 x 12 meter. Rumah adat Labakkang sebagaimana umumnya rumah adat Bugis Makassar berbentuk “sulapa Eppa” atau "sulapa Appa", terdiri atas tangga bagian depan (11 anak tangga) "sampulo nsse're ana' tuka' ", lego – lego atau dego-dego (paladang), 6 lontang pada bangunan utama (lontang ri saliweng/lontang riolo padaserang dallekang, lontang ri tengnga/lontang tangnga paddaserang tangnga, lontang ri laleng (paddaserang ri boko), 2 lontang pada bangunan tambahan “Pannasuang”/”Pappaluang”), hanya saja ukuran lontangnya sekitar 4 meter.

Tapi cika' Pada bangunan tambahan Balla' Ada' labakkang, fungsinya tidak primer lagi atau tidak sesuai namanya  sebagai Annasuang/appaluang, tapi lebih dimanfaatkan sebagai ruang pertemuan bagi kegiatan pemerintah kecamatan, kelurahan dan desa. Pada bagian belakang bangunan tambahan rumah tersebut, juga terdapat tangga untuk naik ke rumah dengan jumlah anak tangga 11 (Sampulo Nsse're ana' tuka')itu dia cerita daeng ekky tentang satu tempat yang harusnya dijadikan tempat wisata budaya di Pangkep Rawana Balla' lompoa karaeng Labakkang Nia' Alu ni pakea appadendang, dibawah rumah adat Labakkang terdapat alu dan lesung yang digunakan saat upacara Mappadendang.Ciniki sapatunna (pa'lapa' Pala' bangkenna Bentengna Balla'Lompona Labakkang, sassi kakaraenganna na kalompoaanna Labakkang).

 lihatlah alas kaki tiang rumah adat labakkang itulah bukti besarnya kekakraengang Labakkang.berikut saya sajikan Lampiran Gambar untuk rumah adat Labakkang,semoaga dapat menarik minat kawan-kawan untuk mengunjungi kampong daeng Ekky, Pa'rasangang Labakkang,Pa'rasangang Malabbiritta cikali.Rumah Panggung kayu khas Bugis Makassar mengacu pada anutan kepercayaan bahwa alam semesta ini terdiri atas 3 bagian, bagian atas (botting langi), bagian tengah (alang tengnga / ale kawa) dan bagian bawah ( awa sao / peretiwi / bori liu). Itulah sebabnya rumah tradisional Bugis Makassar juga terdiri atas tiga bagian, yaitu  Rakkeang, bagian atap rumah. Dahulu biasanya digunakan untuk menyimpan padi yang baru di panen. Yang kedua, Ale Bola, yaitu bagian tengah rumah. dimana kita tinggal. Pada ale bola ini, ada titik sentral yang bernama pusat rumah ( posi’ bola ), dan Awa bola, yaitu bagian bawah rumah, antara lantai rumah dengan tanah.Rumah dengan arsitektur berkolong rumah bagi banyak orang Bugis Makassar dipandang sangat aman dan nyaman, selain itu karena berbahan dasar kayu rumah ini dapat berdiri bahkan tanpa perlu satu paku pun. Semuanya murni menggunakan kayu. Uniknya lagi adalah rumah ini dapat di angkat / dipindah. Bentuk rumah orang Bugis Makassar haruslah persegi empat. Ini berhubungan dengan falsafah hidup Sulapa EppaE (atau Persegi empat).





Kamis, 28 November 2013

Rumah balla lompoa di Gowa





Tempat Bersejarah ISTANA Kerajaan GOWA Makassar yang Berkedudukan Di Kabupaten GOWA Sulawesi Selatan sekarang Telah Menjadi Museum peninggalan Kerajaan Makassar GOWA Sulawesi Selatan ( Disampingnya Dibangun Duplikat Istana Tamalate merujuk pada ukuran aslinya di zaman lampau ). ISTANA Tamalate dan Balla Lompoa adalah sisa-sisa Istana Kerajaan Gowa yang sekarang berfungsi sebagai museum. Di dalamnya terdapat berbagai harta pusaka peninggalan Kerajaan Gowa pada zaman keemasannya.Istana Tamalate dan Balla Lompoa terletak bersebelahan dalam satu kompleks di Sungguminasa, Gowa. Jarak lokasi ini sekitar 15 kilometer sebelah selatan pusat Kota Makassar. Kompleks Kerajaan Gowa ini tepat berada di pusat Ibu Kota Kabupaten Gowa, Sungguminasa, Bangunan itu sama-sama berbentuk rumah panggung. Warnanya coklat tua, seluruhnya terbuat dari kayu ulin atau kayu besi. Tampak jelas usia bangunan ini tak lagi muda. Luas komplek adalah 1 hektare dan dikelilingi tembok tinggi.
 

Bangunan Istana Tamalate lebih besar dari Balla Lompoa. Adalah istana pertama Kerajaan Gowa sebelum kota raja dipindahkan ke dalam Benteng Somba Opu. Tapi Istana Tamalate yang sekarang berdiri di kompleks tersebut sebenarnya bukan bangunan istana yang asli. Karena yang asli sudah punah terkubur masa. Istana Tamalate di sini adalah replika dari istana yang asli. Dibangun pada saat Syahrul Yasin Limpo menjadi Bupati Gowa tahun 1980-an. Bahan dan ukurannya disesuaikan dengan aslinya berdasarkan kajian terhadap sejumlah naskah Makassar kuno (lontara) yang menceritakan tentang Istana Tamalate. Sementara Balla Lompoa adalah istana asli Kerajaan Gowa. Balla Lompoa dalam bahasa Makassar rumah besar atau rumah kebesaran. Fungsi Balla Lompoa adalah museum yang menyimpan simbol-simbol kerajaan, seperti mahkota, senjata, payung raja, pakaian, bendera kebesaran, serta barang-barang lainnya termasuk sejumlah naskah lontara.
 

Bangunan istana merupakan gabungan dari bangunan-bangunan utama dan pendukung yang saling 
terhubung. Bangunan dihubungkan dengan sebuah tangga setinggi lebih dari dua meter. Bagian depan bangunan adalah teras, lalu masuk ke ruang utama, dan ruang-ruang lainnya seperti kamar tidur yang pernah digunakan oleh raja.
Jam Buka
Senin-Kamis 08.00-16.00
Jumat 08.00-11.00
Kompleks situs ini dapat dijangkau dengan mudah, dengan angkutan kota, taksi, maupun fasilitas angkutan hotel. Dengan angkutan kota, naik dari Lapangan Karebosi jurusan Sungguminasa turun di depan Balla Lompoa. Bisa juga dengan bus patas AC Damri dari Pasar Panampu.


Museum Balla Lompoa menyimpan koleksi benda-benda berharga yang tidak hanya bernilai tinggi karena nilai sejarahnya, tetapi juga karena bahan pembuatannya dari emas atau batu mulia lainnya. Di museum ini terdapat sekitar 140 koleksi benda-benda kerajaan yang bernilai tinggi, seperti mahkota, gelang, kancing, kalung, keris dan benda-benda lain yang umumnya terbuat dari emas murni dan dihiasi berlian, batu ruby, dan permata. Di antara koleksi tersebut,  rata-rata memiliki bobot 700 gram, bahkan ada yang sampai atau lebih dari 1  kilogram. Di ruang pribadi raja, terdapat sebuah mahkota raja yang berbentuk  kerucut bunga teratai (lima  helai kelopak daun) memiliki bobot 1.768 gram yang bertabur 250 permata  berlian. Di museum ini juga terdapat sebuah tatarapang, yaitu keris emas  seberat 986,5 gram, dengan pajang 51 cm dan lebar 13 cm, yang merupakan hadiah  dari Kerajaan Demak. Selain perhiasan-perhiasan berharga tersebut, masih ada koleksi benda-benda bersejarah lainnya, seperti: 10 buah tombak, 7 buah naskah  lontara, dan 2 buah kitab Al Quran yang ditulis tangan pada tahun 1848.

Museum ini berfungsi sebagai tempat menyimpan koleksi benda-benda Kerajaan Gowa. Benda-benda bersejarah tersebut dipajang berdasarkan fungsi umum setiap ruangan pada bangunan museum. Di bagian depan ruang utama  bangunan, sebuah peta Indonesia  terpajang di sisi kanan dinding. Di ruang utama dipajang silsilah keluarga  Kerajaan Gowa  mulai dari Raja Gowa I, Tomanurunga pada abad ke-13, hingga Raja Gowa terakhir Sultan Moch Abdulkadir Aididdin A. Idjo Karaeng  Lalongan (1947-1957). Di ruangan utama ini, terdapat sebuah singgasana yang di letakkan pada area khusus di tengah-tengah ruangan. Beberapa alat perang, seperti tombak dan meriam kuno, serta sebuah payung lalong sipue (payung yang dipakai raja ketika pelantikan) juga terpajang di ruangan ini.

Selasa, 26 November 2013

Benteng Rotterdam

Bila punya kesempatan menjelajah waktu, masa lalu Indonesia pastilah jadi salah satu tujuan utama saya. Saya tertarik untuk menyaksikan proses pembangunan bangunan-bangunan menakjubkan yang kita kenal sekarang. Sebutlah Candi Borobudur yang menjulang megah di tanah Magelang, atau benteng-benteng yang dibangun selama masa penjajahan.
Saya senang ketika beberapa waktu lalu berkesempatan mengunjungi Fort Rotterdam. Benteng yang dibangun di tepi Pantai Losari ini konon merupakan benteng terbesar warisan Kerajaan Gowa. Dibangun sekitar abad ke-15, Fort Rotterdam merupakan benteng pertahanan Makassar yang konon terkenal akan kehebatan armada lautnya. Benteng ini menyisakan keindahan arsitektur peninggalan Belanda masih bisa dinikmati hingga saat ini. Mumpung sedang di Makassar, Tristram (US Embassy Jakarta) mengajak saya dan Mbak Nia untuk berkunjung ke sana.
Fort Rotterdam sepi pagi itu. Hanya ada kami dan para karyawan yang berjaga di sana. Tak ada tiket masuk, hanya permintaan sumbangan sukarela yang tidak ditentukan besarnya. Tentu untuk menunjang perawatan kompleks benteng ini bukan? Tidak ada guide, mungkin karena rombongan kami cuma bertiga. :roll:
Kabarnya inilah benteng peninggalan Belanda dengan perawatan terbaik di Asia. Ada beberapa bangunan besar di sana. Kami segera terkagum pada bangunan tua yang masih terpelihara dengan baik tersebut. Pintunya tinggi-tinggi dengan jendela kayu bermodel lancip. Sebagian besar arsitektur lama bangunan masih dipertahankan dan kita bisa saksikan bentuk aslinya. Di masa lalu, pastinya ini merupakan salah satu bangunan yang indah ditambah pemandangan pantai Losari yang menawan. Benteng ini sekaligus merupakan tempat pengasingan Pangeran Diponegoro setelah ditipu Belanda pada tahun 1930.
Sisa tembok batu benteng yang tebal bisa dilihat di bagian Timur. Dari tembok tinggi ini, kita bisa melihat bagian luar benteng yang kini dipenuhi bangunan milik penduduk. Bukan lagi tanah kosong seperti awal pembangunan benteng tersebut. Bila dilihat dari angkasa, sisi terluar kompleks benteng ini berbentuk penyu yang naik dari laut. Kepala penyu merupakan lapangan dengan tiang bendera terpancang pada ubun-ubunnya.


Alat tumbuk Padi


Ronjengan dalam bahasa jawa disebut juga dengan Lesung. Lesung merupakan alat tradisional untuk mengolahan padi yang telah dipanen atau yang disebut dengan gabah untuk menjadi beras. Fungsi alat ini adalah memisahkan kulit gabah dari beras secara mekanik dengan cara ditumbuk. Lesung sendiri sebenarnya hanya wadah cekung, biasanya dari kayu besar yang diberi lobang pada bagian tengahnya dengan menggunakan tatah. Gabah yang akan diolah ditaruh di dalam lubang tersebut. Padi atau gabah lalu ditumbuk dengan alu, yaitu semacam tongkat tebal dari kayu, dengan cara berulang-ulang sampai beras terpisah dari sekam.

Pada perayaan panen masyarakat desa biasanya melakukan tradisi menumbuk padi dengan lesung secara bersama-sama. Ukuran lesung yang digunakan untuk menumbuk padi biasanya tiga meter dan ditumbuk dua sampai tujuh orang sehingga menghasilkan suara yang enak didengar. Selain menumbuk mereka juga sambil bernyanyi seiring dengan suara musik yang dihasilkan oleh lesung yang serupa klotekan.Dalam perkembangannya tradisi ini juga sering dijadikan sebagai ajang lomba pada perayaan 17an ataupun acara lainnya yang bertemakan seni dan budaya dengan maksud melestarikan kesenian ini.

Namun seiring dengan berkembangnya jaman, tradisi ini lama kelamaan mulai surut karena alat tumbuk padi sekarang dirubah dengan yang lebih modern yaitu dengan menggunakan diesel. Lalu, siapa yang akan melestarikan budaya ini? Menunggu sampai kapan? Sampai direbut oleh negara lain lagi seperti kesenian-kesenian lainnya?
 
Lesung sendiri sebenarnya hanya wadah cekung, biasanya dari kayu besar yang dibuang bagian dalamnya. Gabah yang akan diolah ditaruh di dalam lubang tersebut. Padi atau gabah lalu ditumbuk dengan alu, tongkat tebal dari kayu, berulang-ulang sampai beras terpisah dari sekam. Fungsi alat ini memisahkan kulit gabah (sekam, Jawa merang) dari beras secara mekanik. Lesung terbuat dari kayu berbentuk seperti perahu berukuran kecil dengan panjang sekitar 2 meter, lebar 0,5 meter dan kedalaman sekitar 40 cm.

Baiklah, sekarang kita kembali pada pokok pembahasan utama, yaitu tentang lumpang. Secara umum lumpang dibuat dari pangkal batang pohon jati dan atau batang pohon yang lebih kuat dan keras. Sementara itu lumpang dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu lumpang kecil dan lumpang besar. Lumpang kecil biasanya digunakan untuk menumbuk kopi sedangkan lumpang besar biasanya digunakan untuk menumbuk jagung, gaplek atau ketela pohon, dan atau bahan makanan yang perlu dihaluskan dengan ukuran asal yang lebih besar bila dibandingkan dengan kopi. Selain itu lumpang besar umumnya juga dipakai untuk menumbuk bahan makanan dengan jumlah yang lebih besar, sehingga proses penumbukan pun menjadi lebih cepat.